Menyoal Keadilan Pemimpin dalam Tafsir QS. An Nisa Ayat 58

01/12/2023| Author: | Categori: Pendidikan
Menyoal Keadilan Pemimpin dalam Tafsir QS. An Nisa Ayat 58

Konsep Keadilan Kepemimpinan dalam Al-Qur’an

QS. An-Nisa’: 58 menjadi salah satu ayat yang kerap dijadikan legitimasi anjuran berlaku adil dalam sebuah kepemimpinan. Berdasarkan ayat tersebut, banyak bermunculan tulisan yang mengarah pada satu pandangan “anjuran berlaku adil dalam sebuah kepemimpinan.”

Kata “adil” dalam konteks ini dimaknai seimbang, tidak berpihak, dan memberikan hak kepada orang yang berhak menerimanya tanpa sedikitpun di kurangi, dan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Nah, bagaimana penafsiran al-Qur’an dalam QS. An-Nisa’: 58? Dan bagaimana kata adil jika dikorelasikan dengan sebuah kepemimpinan.

Fenomena Mengutamakan Popularitas dalam Kepemimpinan

Dengan berkembangnya zaman pada saat ini, sangat berpengaruh besar pada gaya hidup masyarakat, tanpa disadari masyarakat telah ikut dan terbawa di dalamnya. Menyinggung kata modern, pada saat ini seseorang dapat menjadi terkenal karena adanya netizen, yang tadinya hanya sekedar orang biasa namun bisa sangat terkenal dengan media sosial. Dan popularitas lah yang menjadikan para netizen itu menjadi seseorang yang di kenal banyak orang.

Di Indonesia, tidak sedikit pemimpin yang tidak berkualitas, tidak adil, tidak bisa menghargai waktu, tidak bijaksana dan mengakibatkan kegagalan-kegagalan yang begitu banyak seperti halnya korupsi dan kebangkrutan.

Fenomena tersebut mencerminkan kesadaran bahwa keadilan menjadi salah satu pondasi penting dalam sebuah kepemimpinan, menciptakan lingkungan dimana setiap individu di hargai dan di perlakukan secara adil. Dengan hal tersebut di jelaskan dalam al-Qur’an, QS. An-Nisa’: 58

Tafsir Tentang Adil dalam QS. An-Nisa’: 58

“Sungguh, Allah SWT. menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. An-Nisa’: 58)

Potongan ayat di atas (QS. An-Nisa’: 58), Menurut Imam At-Thabari dalam tafsirnya, ayat tersebut di tujukan kepada para pemimpin, pemegang kekuasaan untuk menjaga amanat yang telah di berikan kepada dirinya terutama hal yang berkaitan dengan rakyat maupun bawahannya serta berbuat adil dalam memberikan keputusan. Sedangkan menurut Imam Ar-Razi dalam tafsir Mafatih al-Ghaib, amal perbuatan manusia dikategorikan menjadi tiga bagian: Pertama, yang berkaitan dengan urusan Tuhan. Dalam hal ini, Allah SWT. memerintahkan agar seseorang (pemimpin atau pemegang kekuasaan) memegang amanat berupa menjalankan perintah-perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Lingkup bahasannya cukup luas sekali bagai lautan yang tak bertepi, bahkan Ibnu Mas’ud berpendapat bahwa segala amanat terdapat dalam berbagai dimensi kehidupan seperti wudhu, shalat, zakat, dan puasa. Kedua, amanah yang berkaitan dengan orang lain seperti pinjam meminjam, tidak mengurangi timbangan dalam berniaga serta tidak menyebarkan segala keburukan orang lain. Dalam hal ini termasuk kriteria keadilan para penguasa kepada rakyatnya ataupun keadilan seorang ulama’ kepada jama’ahnya dengan cara tidak memberatkan kepada mereka. Ketiga, amanah terhadap diri manusia sendiri dengan cara memilih yang terbaik untuk dirinya di dunia dan di akhirat serta tidak mendahulukan hawa nafsu dan menjauhkan diri dari segala hal yang merugikan.

Dalam ayat tersebut ditegaskan, Seorang pemimpin harus berlaku adil, tidak pandang bulu, mengadili tanpa kebencian, dan tidak mengikuti hawa nafsu. Karena empat hal tersebut merupakan prinsip penting yang harus dipegang teguh oleh seorang pemimpin.

Korelasi Kata Adil di kaitkan dengan Kepemimpinan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata adil memiliki makna sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak; berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran; sepatutnya; tidak sewenang-wenang. Adil merupakan suatu sifat utama bagi manusia dalam melakukan sesuatu sesuai dengan kebenarannya.

QS. An-Nisa’: 58 mengingatkan bahwa seseorang tidak akan mampu berlaku adil terhadap orang lain, apabila mereka tidak mampu berlaku adil terhadap dirinya sendiri. Demikian pula, kebencian terhadap suatu kaum tidak mendorong berlaku tidak adil terhadap lainnya. Belum tentu orang yang tidak kamu senangi lebih baik dari dirimu dan belum tentu orang yang kamu senangi akan selalu bersamamu.

Kata "adil" dan kepemimpinan saling terkait karena seorang pemimpin yang adil cenderung membuat keputusan berdasarkan keadilan, memperlakukan rakyatnya dengan setara, membawa kesejahteraan terhadap rakyat, meningkatkan semangat kebersamaan rakyat, mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat, menumbuhkan kepercayaan rakyat, mengembangkan sumber daya manusia, dan mengedepankan nilai-nilai keadilan dalam pengambilan sebuah keputusan.

Penulis : Afroh (Mahasiswi IAT IAIN Kediri)